Musik rock/metal belakangan ini mengalami beragam eksplorasi, Beberapa band menggubah rock menjadi tak lagi seperti aslinya. Tapi pernyataan itu tak berlaku pada unit alternative/metal ternama, Alter Bridge yang baru saja melempar album terbarunya, 'Fortress'. Alter Bridge, seperti menjaga benang merah sekaligus mengajari bagaimana menjaga kesucian rock itu sendiri lewat albumnya yang banyak meminjam lick-lick klasik dan ballad dari band-band penggebu rock 70an, sehingga musik mereka masih terasa murni, asli dan “perawan.”
Tak banyak band yang memainkan hard rock dengan gemilang di era kepungan musik pop seperti sekarang, tapi Alter Bridge dengan lugas membantahnya di track pertama Fortress, “Cry Of Achilles,” yang seperti secercah mentari pada intro pertama dengan gitar klasik ala Arabian, tapi kemudian mentari itu padam digantikan kegelapan yang kering saat memasuki lagunya. Ini menjelaskan satu hal: musik mereka kering dan gelap, layaknya padang pasir pada malam hari, dengan lolongan sang vokalis, Kennedy, yang meletupkan microphone dengan notasi tinggi dan pitch yang maksimal tanpa rasa tertekan. Permainan bagus mereka dipadukan dengan sound gitar yang sungguh berat, juga permainan drum yang bertenaga, menjaga ketukan dengan tempo yang menjurus progressive.
Lagu kedua, “Addicted To Pain,” menyemburkan kekuatan yang terbaca pada musik dan vokal yang tetap prima dan terjaga. Alter Bridge makin menambah serbuk emosi dalam derai distorsi yang intens di nomor-nomor selanjutnya. Di lagu-lagu seperti “Farther Than The Sun” dan “Peace Is Broken,” akselerasi musik mereka mulai meninggi, seperti mentari yang mulai naik. Tapi, oase penyembuh akan hal itu, yang menawarkan kesegaran dan sesuatu yang tampak mulai terang, termaktub di “Lover” dan “Water Rising,” yang mengkombinasikan kekuatan balada slow rock dengan suara vokal yang berkelas. Dua track ini seperti tangga turun, karena sepertinya Alter Bridge sadar, terlalu lama “naik” dalam tempo kencang bisa membuat kebosanan. Yang paling menarik, yang berperan sebagai penyumbang suara di “Water Rising” tak lain dan tak bukan adalah gitaris Mark Tremonti, yang juga mampu melukiskan emosi dalam suaranya–yang juga tinggi–dengan gahar. Track terbaik sekaligus penutup yang sama seperti tajuk album, “Fortress” tampil epik dan memukau. Tak terlampau kencang, juga tak terlampau pelan, tapi cukup epik. Harmonisasi yang pas membuat album ini mempunyai penutup yang sempurna.
Disini Alter Bridge seperti ingin memberi paradoks: kering tapi menyegarkan. Karakter doom rock ala Black Sabbath seperti terasa di momen epik instrumental-nya. Fortress, dirilis dengan jarak yang cukup lama dengan album AB III (2010), dikarenakan para personil mereka sibuk pada proyek musik mereka yang lain: reuni dengan band lama Creed dan proyek dengan Slash oleh sang vokalis. Tapi yang jelas, Alter Bridge tetap mempersembahkan suguhan rock bermutu, orisinil, namun tetap menyegarkan.
Tracklist:
01. Cry Of Achilles
02. Addicted To Pain
03. Bleed It Dry
04. Lover
05. The Uninvited
06. Peace Is Broken
07. Calm The Fire
08. Waters Rising
09. Farther Than The Sun
10. Cry A River
11. All Ends Well
12. Fortress
0 komentar:
Post a Comment