Asal mula nama Pinrang
Ada beberapa versi mengenai asal muasal pemberian nama Pinrang yang berkembang di masyarakat Pinrang sendiri.
Versi yang pertama menyebut bahwa Pinrang berasal dari bahasa Bugis yaitu kata “benrang”
yang berarti “air genangan” bisa juga berarti “rawa-rawa”. Hal ini
disebabkan oleh karena pada awal pembukaan daerah Pinrang yang tepatnya
saat ini di pusat kota kabupaten Pinrang masih berupa daerah rendah yang
sering tergenang dan berawa.
Versi kedua menyebutkan bahwa hal ini disebabkan oleh karena suatu ketika Raja Sawitto yang bernama La Paleteang, bebas dari pengasingan dari kerajaan Gowa berkat bantuan To barani pole’ Kassa disambut gembira oleh rakyatnya, namun mereka terheran-heran karena wajah sang raja berubah dan mereka berkata “Pinra bawangngi tappana puatta pole Gowa”, yang artinya berubah saja mukanya Tuan Kita dari Gowa. Maka setelah itu rakyat mulai menyebut daerah tersebut sebagai Pinra yang artinya berubah, dikemudian hari masyarakat setempat mengubah penyebutan tersebut menjadi Pinrang.
Tersebutlah suatu peristiwa di Sawitto pada waktu pemerintahan La
Paleteang Raja IV, di Kerajaan Sawitto, Sulawesi. Pada waktu itu terjadi
peperangan antara Sawitto dan Gowa. Perang ini terjadi karena Gowa
sebagai kerajaan besar, berusaha untuk menguasai Sawitto yang kondisi
dan potensinya menjanjikan setumpuk harapan. Berbagai upaya yang telah
digunakan Gowa untuk menguasai Sawitto melalui agresi dan terjadilah
perang antara Sawitto dan Gowa sekitar tahun 1540.
Prajurit-prajurit Sawitto dengan gigih mengadakan perlawanan abdi
kerajaan mati-matian mempertahankan dan membela bumi ini berkesudahaan
dengan kekalahan dipihak Sawitto sehingga raja La Paleteang dan
isterinya dibawa ke Gowa sebagai tanda kemenangan Gowa atas Sawitto.
Awan meliputi kesedihan rakyat atas kepergian sang raja yang arif dan
bijaksana. Berbagai dilakukan membebaskan sang raja bersama permaisuri
kerajaan Sawitto. Akhirnya dalam suatu musyawarah kerajaan terpilih dua
Tobarani, yaitu Tolengo dan To Kipa untuk mengemban tugas membebaskan
sang raja beserta permaisurinya. Kemudian berangkatlah kedua bersaudara
tersebut ke Gowa yang berhasil membawa pulang raja La Paleteang beserta
permaisurnya. Kedatangan raja bersama permaisuri disambut dengan luapan
kegembiraan dan di elu-elukan sepanjang jalan menuju istana. Dibalik
kegembiraan itu, mereka terharu melihat kondisi sang raja yang mengalami
banyak perubahan seraya mengatakaan “PINRA KANA NI TAPPA NA DATUE POLE
RI GOWA”, yang artinya wajah raja mengalami perubahan sekembali dari
Gowa. Kata-kata inilah senantiasa terlontar dari orang-orang yang
menyertai sang raja. Ketika raja beristrahat sejenak sebelum tiba di
istana bertitahlah sang raja kepada pengantarnya untuk menyebut tempat
tersebut dengan nama PINRA.
Sumber lain ini mengatakan pemukiman kota Pinrang yang dahulunya
rawa-rawa yang selalu tergenang air membuat masyarakat senantiasa
berpindah-pindah mencari wilayah pemukiman yang bebas genangan air,
berpindah-pindah atau berubah-ubah pemukiman dalam bahasa Bugis disebut
“PINRA-PINRA ONROANG”. Setelah masyarakat menemukan tempat pemukiman
yang baik, maka tempat tersebut diberi nama: PINRA-PINRA.
Dari kedua sejarah yang berbeda itu lahirlah istilah yang sama, yaitu
“PINRA”, kemudian kata itu dalam perkembangannya dipengaruhi oleh
intonasi dan dialek bahasa Bugis sehingga menjadi Pinrang yang sekarang
ini diabadikan menjadi nama dari Kabupaten Pinrang.
Masa penjajahan
Seorang guru dan dua gadis ningrat dari Bassean, kecamatan Lembang, Pinrang (tahun 1935)
Cikal bakal Kabupaten Pinrang berasal dari Onder Afdeling Pinrang yang berada di bawah afdeling Pare-Pare, yang merupakan gabungan empat kerajaan yang kemudian menjadi self bestuur atau swapraja, yaitu KASSA, BATULAPPA, SAWITTO dan SUPPA yang sebelumnya adalah anggota konfederasi kerajaan Massenrengpulu (Kassa dan Batulappa) dan Ajatappareng
(Suppa dan Sawitto). Hal ini merupakan bagian dari adu domba kolonial
untuk memecah persatuan di Sulawesi Selatan. Pemilihan nama Pinrang
sebagai nama wilayah dikarenakan daerah Pinrang merupakan tempat
berkumpulnya keempat raja tadi dan sekaligus tempat berdirinya kantoor onder afdelingeen (kantor residen). Selanjutnya Onder Afdeling
Pinrang pada zaman pendudukan Jepang menjadi Bunken Kanrikan Pinrang
dan pada zaman kemerdekaan akhirnya menjadi Kabupaten Pinrang.
Sebagaimana diketahui bahwa ketika Jepang masuk di pinrang sekitar
tahun 1943, sistem pemerintahan warisan kolonial dengan struktur lengkap
yang terdiri dari 4 (empat) swapraja, masing-masing Swapraja Sawitto,
Swapraja Batu Lappa, Swapraja Kassa dan Swapraja Suppa. Ketika Pinrang
menjadi Onder Afdeling di bawah afdeling Parepare, sementara afdeling Parepare adalah salah satu dari tujuh afdeling yang ada di provinsi Sulawesi.
Masa kemerdekaan
Dengan ditetapkannya PP Nomor 34/1952 tentang perubahan daerah
Sulawesi Selatan, pembagian wilayahnya menjadi daerah swatantra.
Pertimbangan diundangkannya PP tersebut adalah untuk memenuhi keinginan
rakyat dan untuk memperbaiki susunan dan penyelenggaraan pemerintahan.
Daerah swantantra yang dibentuk adalah sama dengan wilayah afdeling yang ditetapkan dalam keputusan Gubernur Timur besar (GROTE GOSTE) tanggal 24 juni 1940 nomor 21, kemudian diubah oleh Keputusan Gubernur Sulawesi nomor 618/1951. Perubahan adalah kata afdeling menjadi daerah swatantra dan Onder Afdeling menjadi kewedaan. Dengan perubahan tersebut maka Onder Afdeling
Pinrang berubah menjadi kewedanaan Pinrang yang membawahi empat
swapraja dan beberapa distrik. Dengan status demikian inilah
pemerintahan senantiasa mengalami pasang surut di tengah-tengah pasang
surutnya keadaan pemerintahan. Upaya memperbaiki struktur dan
penyelenggaraan pemerintahan di satu sisi, di samping memenuhi
kebahagiaan dan keinginan rakyat. Maka, pada tahun 1959 keluarlah
undang-undang nomor 29/1959 yang berlaku pada tanggal 4 Juli 1959
tentang pembentukan daerah-daerah tingkat II di Sulawesi yang praktis,
termasuk membentuk Daerah Tingkat II Pinrang. Namun hal ini belum dapat
dijadikan sebagai patokan lahirnya Kabupaten Daerah Tingkat II Pinrang,
berhubung unsur pemerintahannya yang merupakan organ atau bagian yang
belum ada.
Pada tanggal 28 Januari 1960,
keluar surat Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor: UP-7/3/5-392 yang
menunjuk H.A. MAKKOELAOE menjadi Kepala Daerah Tingkat II Pinrang,
karena pada saat itu unsur atau organ sebagai perangkat daerah otonomi
telah terpenuhi. Hal ini kemudian dikaji melalui suatu simposium yang
dilakukan oleh kelompok pemuda, khususnya KPMP Kabupaten Pinrang dan
diteruskan kepada DPRD untuk dituangkan ke dalam suatu PERDA tersendiri.
maju Pinrang semoga semakin Sejahtera ke depan
ReplyDeleteKampungku
ReplyDelete